Sugeng Rawuh

Selamat datang di sarana belajar yang ala kadarnya ini. semoga bisa menjadi media pembelajaran kita untuk terus belajar dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.
knowledge is a power
information is liberating
education is the premise of progress, in every society, in every family

Minggu, 08 November 2009

PENELITIAN EKSPERIMEN DI BIDANG PENDIDIKAN


Oleh : Prof. Supardi

A. PENDAHULUAN
Setiap guru yang telah senior merasakan bahwa kenaikan pangkat dari IIIa ke Pembina/IVa sangat mudah, cepat dan lancar tanpa dituntut persyaratan yang dapat memberatkan guru, akibatnya sangat banyak guru yang menduduki pangkat/jabatan tersebut. Sedangkan untuk menduduki Pembina Tk.I/gol. IVb harus mempunyai nilai kredit pengembangan profesi. Mengapa banyak guru Pembina/gol. IVa usulan kenaikan pangkatnya banyak yang belum berhasil? Karena karya ilmiah (KTI) yang diusulkan belum memenuhi syarat, antara lain: (a)banyak KTI yang tidak asli, jiplakan, bukan buatan sendiri, (b) KTInya berisi uraian yang terlalu umum, tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan guru dalam mengembangakan rofesinya, (c) sistematika tulisannya tidak mengikuti sistematika karya ilmiah.

Jenis Jenis Penelitian

Jenis Jenis Penelitian
A. Penelitian ditinjau dari Tujuan
1. Penelitian dasar
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teori dan lebih bersifat praktis. Penelitian ini berkenaan dengan penemuan dan pengembangan ilmu.
2. Penelitian terapan
Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah masalah praktis.
3. Penelitian pengembanan
Penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.

Selasa, 27 Oktober 2009

Bagaimana Menentukan Arah Kiblat

Arah kiblat menjadi prasyarat menjalankan ibadah shalat. Di mana pun umat Islam menjalankan ritual keagamaan itu, mereka harus berkiblat ke Kabah di Mekkah. Penentuan arah kiblat tentu tak masalah bagi mereka yang berada di dekat Kabah. Bagaimana memastikannya jika berada jauh dari tempat suci itu?

Beberapa waktu lalu di internet muncul tulisan Usep Fathudin, mantan Staf Khusus Menteri Agama, yang mengungkap beragam arah kiblat masjid-masjid di Jakarta. Kesahihan kiblat suatu masjid, menurutnya, perlu dicapai sebelum masjid dibangun. Hal itu karena pergeseran 1 sentimeter saja bisa berarti 100 kilometer penyimpangan jaraknya.

Mobile Learning untuk Pendidikan Matematika

PENDAHULUAN

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi memang tidak akan pernah berhenti dikarenakan TIK selalu berbanding lurus dengan Jaman yang selalu berubah serta kemampuan pikiran manusia yang tak terbatas sesuai kodrat manusia yang tak pernah puas dengan apa yang telah dicapai saat ini dan keinginan manusia untuk selalu mencari tahu apa saja yang belum diketahui. Maka dari itu, TIK akan selalu berkembang dari waktu ke waktu dengan memberikan inovasi yang lebih canggih dan lebih bermanfaat bagi manusia secara umum.
TIK yang selalu berkembang tentunya harus bisa dimanfaatkan dengan cara yang bijaksana agar dapat digunakan secara optimal serta mencapai hasil yang sesuai dengan keinginan.

Matematika Sekolah dan Perjalanan Kurikulum Matematika

KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH

Pengertian Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin yaitu manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan langsung dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagi akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten (tetap).
Tujuan umum pendidikan matematika adalah menolong murid dalam mempelajari objek matematika. Robert M.Gagne dalam Teori Gagne, mengklasifikasikan objek–objek matematika menjadi dua macam, yaitu direct object (objek langsung) dan indirect object (objek tidak langsung). Objek langsung matematika meliputi; fakta matematika, keterampilan matematika, konsep matematika dan prinsip matematika.

Jumat, 02 Oktober 2009

Quality Of Teaching And Learning

The latest issue in the quality of human resources in Indonesia is a debate over the nature of education and its implications for society. Education in its broadest sense presupposes a better understanding of teaching and learning. On one side, teachers are supposed to be able to share their knowledge through the many approaches, methods and techniques at their disposal. Teaching mathematics, for instance, requires a basic skill in explaining abstract mathematical concepts. Abstract thinking is one of the skills to be introduced to students at an early stage of learning this science. In Indonesia, however, mathematics has often been cited as a “monster” that troubles the students’ progress in learning for a higher level of education. On the other, students particularly those who will continue their studies to a tertiary level are confronted with the various problems of life. They lack books, especially the translated texts, and other learning aids. Unlike in advanced countries, the students in Indonesia entirely depend on the explanation given by their teachers. This is especially true of learning mathematics as the basic science to further their studies.
In reality, there is a big chasm between teachers and students. Teachers believe that they can produce a change of behavior, as defined in the process of learning, after explaining everything about mathematical concepts. Students, on the other hand, feel that they have not learned enough from their teachers. As a result, there is a kind of “tug of war” between the two parties. The question is which party should be given more treatment, the teachers or the students. For the feasible purposes, teachers should be given more training and knowledge on how to teach mathematics. Part of the solution is that the teachers should change their perception about their students. Students are no longer “containers to be filled” , instead they are curious people with much potential to learn anything new. What is needed today is the cooperation between teachers and students in finding solutions to the problems of teaching and learning mathematics. Both of them must realize the importance of sharing and exchanging experiences. Mathematics must be a very interesting course that can help the students solve the many problems they face. In the United States, mathematics is first taught by relating it to the reality of life before going on with the advanced concepts such as in calculus. Teachers can no longer boast of their overt knowledge of mathematics. Students can be expected to contribute to the understanding of this science. The old saying “a teacher knows better” is no longer applicable.
This fact raises a question about the quality of teaching and learning interaction in class. The interaction, if it is properly performed, will produce desired results such as a better understanding and appreciation of mathematics in everyday life. Students will be motivated to learn it when their teachers also show some kind of professionalism and positive attitude in doing their job. A mathematic teach do many things to improve his or her professionalism. The Indonesian government has launched improvement programs in the form of workshops, seminars, symposium and other educationally related activities. The knowledge and skills they received from such events can be used to make their teaching performance much better. Professionalism grows from within, so they will appreciate their work after reaching a level of satisfaction in the job.
The quality of teaching and learning interaction becomes relevant to the problems faced by Indonesia in improving the teachers’ performance. This issue gains more attention of experts in this country due to a staggering fact about mathematics development in this region. For instance, the Third International Mathematics and Science Report found out that Indonesia is far behind the other Southeast Asian countries in the quality of teaching mathematics. Of the 38 countries surveyed by the institution, Indonesia is placed at the 34th level, which means that this country is the worst in providing teaching service in popularizing mathematics. South Korea holds the top position and a leading country in the education of mathematics.
This setback can be fixed by a analyzing the elements of interaction that is related to teaching performance in general. Theories of education and psychological views on teaching and learning interaction can be applied to find out the quality of the interaction. Lingren (1976:127) argues that experience is an important basis for organizing information into concepts. Thus, when teachers are given sufficient training, they will be able to apply their knowledge to carry out the performance. In learning processes, there is a transfer of training which is needed for the improvement of interaction. Also, there is a transfer of principles and attitude. These variables can be used as one of the indicators for the quality of interaction.

The contemporary school has a well determined role in developing of the huge intellectual potential, represented by intelligence and creativity, that being capitalized properly, can provide an uninterrupted social-human progress. In the relation between the pupil and the learning process, knowing the level of intellectual advancement of each student is very important for the utilization of adequate methods, that would allow the individualization of the education, in order to maximize each pupil’s creative capacities and abilities.
From the creativity point of view, it is necessary to revise the traditional teaching methods used in school, by assimilation of creative strategies, as well as by promoting new methods. Some mathematicians considered that it was necessary to move to the “creative” heuristic method of teaching and learning according to which:
• Mathematics is to be considered as a learning activity for people and not a finished studying object;
• Mathematics is to be studied by making it interesting and not by imposed memorization;
• Mathematical instruction is to be performed as a process of continuous research and discovery and not as a simple conveyance of already known ideas.
The systematic solving of mathematical problems contributes to the conscientious assimilation of
knowledge and, specifically to the accumulation by pupils of the experience of creative activities, and to the developing of creative skills.
On the correlation line between creativity and solving mathematical problems we were interested in a few aspects:
• Pupils' training in creative activities requires a system of cognitive problems of research nature;
• Problem solving represents a favorable frame for creativity development;
• Defining for creativity is the part of problems' composition (wording) and not that of their solving

Write Your Story

Do you often write your daily activities in a diary? If the answer is ‘yes’, it means that you are getting closer to writing a short story. Once this habit has come into your mind, you have to preserve it. If it necessary, the pieces of your diary can be put together with appropriate editing, so it can be a comprehensive story.
However you can also use yourselves as the main character in that story. You can also add many friends to be the characters, either by using their real names or imaginative ones.
If you are really interested in writing it, this article will give you a brief description about a short story. Hopefully it can be your initial knowledge that inspires you to move further in actualizing your life in a good dramatic features.
A short story is relatively brief fictional narrative in prose. It may range in length from the ‘short-short story’ of 500 words up to the ‘long-short story’ of 12.000-15.000 words. A unique characteristic of a short story that makes it distinct from novel is it tends to reveal character through a series of actions or under stress. Generally , a short story consist of five elements, they are:
1. Character
A Character is a person or sometimes even an animal, who takes part in the action of a short story or other literary work
2. Setting
The setting of a short story is the time and place in which it happens. Authors often use descriptions of landscape, scenery, buildings, seasons or weather to provide a strong sense of setting
3. Plot
A plot is a series of events and character actions that relate to the central conflict.
4. Conflict
The conflict is a struggle between two people or things in a short story. The main character is usually on one side of the central conflict. On the other side, the main character may struggle against another important character, against the forces of nature, against society, or even against something inside himself or herself (feelings, emotions, illness, etc).
5. Theme
The theme is the central idea or belief in a short story.
After you have understood what actually a short story is, now it is your time to proceed. Do not be afraid about the quality of your writing. When you have finished your draft, ask your friends to read it and give you any inputs. After that, make appropriate revision.
Once you have written your own story, you will go beyond the real world of writing. It is time for you to always write whatever you do. Impose for yourselves that writing becomes the part of your life.
As one of literary works, short story also plays an important role in language teaching. Due its characteristics, a short story provides a clear context for all utterances used. This context is significant to help the readers in understanding the whole story as well as in understanding certain tense and aspect used in a given circumstances.
Therefore, using short story in understanding tense and aspect of English can give more benefits based on two main reasons. Firstly, short story provides the context in which a certain tense is used. Secondly, short story provides time indicators. The combination of context and time indicator represented by the chronological order in a short story will be influencing circumstances that boost students’ understanding about tense and aspect of English. In order to get the great advantages from using short story in understanding tense and aspect of English, the teacher should take some considerations as follow:
1. The selection of certain tense and aspect to be discussed / taught.
2. The level of students’ comprehension
3. The level of difficulty of the story
4. The size of the text.

Dasar Metodologi Penelitian Pendidikan

A. Metode Penelitian
Secara umum, metode penelitian terbagi menjadi dua yaitu Kuantitatif dan Kualitatif. Metode penelitian kuantiatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel. Sampel ditentukan secara random, sedangkan data dikumpulkan menggunakan instrumen dan dianalisis untuk membuktikan hipotesisnya. Hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasinya. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah (tidak diperlakukan), peneliti sebagai instrumen kunci. Sampel ditetapkan secara purposive. Pengumpulan data dilaksanakan secara trianggulasi dan dianalisis secara induktif/kualitatif. Hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Generalisasi pada penelitian kualitatif disebut transferability.
Berdasarkan karekteristik masalahnya, metode penelitian dapat dikategorikan menjadi sembilan, yaitu;
1. Historical
Tujuannya untuk merekonstruksi sesuatu secara tepat serta mempertahankan hipotesis yang sudah ada.
2. Deskriptif
Mendeskripsikan secara sistematis suatu situasi atau kondisi yang diinginkan secara tepat dan faktual
3. Pengembangan
Mencari atau meneliti suatu model dan pertumbuhan atau perubahannya dalam fungsi waktu
4. Studi Kasus
Meneliti secara intensif suatu latar belakang kejadian, kejadian itu sendiri, dan interaksi lingkungan dalam unit individu, kelompok, lembaga, dan komunitas.
5. Korelasi
Menyelidiki keluasan hubungan antara variabel satu dengan lainnya berdasarkan koefisien korelasinya.
6. Causal-comparative (ex post facto)
Menyelidiki kemungkinan hubungan antara sebab akibat , melalui observasi beberapa kondisi yang sudah ada sekarang serta kondisi di masa lalu sebagai faktor penyebabnya
7. True experimental
Menyelidiki hubungan sebab akibat dari suatu percobaan terhadap kelompok lain yang diperlakukan, dengan membandingkan hasilnya terhadap kelompok yang tidak diperlakukan.
8. Quasi experimental
Mendekati kondisi true experimental tanpa memperhatikan variabel kontrol dan atau manipulasi variabel yang relevan. Peneliti harus mengetahui dan melakukan kompromi terhadap internal dan eksternal validitas dari desain penelitiannya
9. Action
Mengembangkan suatu keterampilan baru atau pendekatan baru dalam memecahkan suatu masalah yang diterapkan secara langsung pada kelompok kelas pembelajaran atau kelompok lainnya
B. Masalah Penelitian
Masalah penelitian merupakan bagian penting yang menunjukkan mengapa penelitian ini diperlukan. Masalah penelitian dapat ditentukan berdasarkan kesenjangan (gap) antara kondisi yang nyata ada di lapangan dengan kondisi ideal atau seharusnya. Rumusan masalah perlu ditentukan setelah melihat masalah yang ada. Rumusan masalah akan menunjukkan bahwa penelitiannya fokus pada masalah yang sebenarnya.
Masalah pada penelitian kuantitaif sudah jelas, spesifik dan tidak berubah (tetap), sedangkan pada penelitian kualitatif masalahnya masing remang-remang (tidak tetap) dan bersifat sementara, sehingga dapat berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
C. Variabel dan Paradigma / Desain Penelitian
Variabel merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, hasilnya berupa informasi yang menjadi dasar dari kesimpulan penelitiannya. Beberapa jenis variabel penelitian adalah ;
1. Variabel independen atau variabel bebas, merupakan variabel yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perubahan atau memunculkan variabel dependen.
2. Variabel dependen atau variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari keberadaan variabel bebas.
3. Variabel moderator, merupakan variabel yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen dan dependen.
4. Variabel intervening, merupakan variabel secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independent dan dependen menjadi hubungan tidak langsung
5. Variabel kontrol, merupakan variabel yang dikendalikan agar tetap konstan sehingga hubungan variabel dependen dan independen tidak dipengaruhi oleh faktor luar.
Variabel yang tampak dalam penelitian perlu dikemas dalam bentuk paradigma atau desain penelitian. Paradigma penelitian akan menunjukkan alur hubungan antar variabel yang diteliti dan jumlah masalah yang harus dipecahkan.
- Paradigma sederhana, paradigma ini terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen. Rumusan masalahnya terdiri dari dua deskriptif dan satu asosiatif
- Paradigma sederhana berurutan, paradigma ini terdiri atas lebih dari satu variabel, akan tetapi hubungannya masih sederhana. Rumusan masalahnya sesuai dengan paradigma sederhana
- Paradigma ganda dengan dua variabel dependen, rumusan masalahnya tiga deskriptif dan empat masalah asosiatif
D. Landasan Teori
Landasan teori diperlukan sebagai pendukung untuk memecahkan masalah penelitian. Teori merupakan konsep, definisi, dan proposisi yang digunakan untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui hubungan antar variabel diperoleh informasi yang dapat menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena. Landasan teori dibuat melalui review berbagai sumber informasi, tiga pertanyaan sebagai dasar membentuk teori adalah ;
 Dimana informasi tersebut ditemukan ?
 Apa yang kita kerjakan dari informasi yang sudah ditemukan ?
 Apa yang dapat dibuat dengan informasi tersebut ?
Menjawab pertanyaan pertama, informasi diperoleh dari berbagai sumber, buku, internet, microfilm dan sumber yang lain. Pertanyaan kedua mengharuskan kita memilih, merangkum isi informasi yang relevan dengan masalah penelitiannya. Pada pertanyaan ketiga, diharuskan membuat jastifikasi informasi yang telah dirangkum melalui berbagai hasil penelitian yang relevan dan dapat menjawab permasalahan penelitiannya.
Setelah menemukan berbagai teori yang mendukung pemecahan masalah, selanjutnya peneliti membuat kerangka berpikir atas dasar kajian teori yang telah ditentukan. Kerangka berpikir adalah konsep yang diutarakan dengan bahasanya sendiri berupa hubungan antara teori dengan berbagai faktor yang muncul dari permasalahan penelitian, serta pertautan antar variabel. Hasil dari kerangka berpikir merupakan hipotesis dari penelitian bervariabel dua atau lebih. Bila variabelnya tunggal atau lebih tetapi bersifat mandiri, diperlukan deskripsi dan penentuan besaran masing-masing variabelnya.
E. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari suatu populasi yang mempunyai karakteristik tertentu. Melalui sampel, peneliti bermaksud menggeneralisasikan hasil penelitiannya pada populasi. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang berupa obyek atau subyek (orang maupun benda alam lainnya) yang berkaitannya dengan jumlah dan karakteristiknya.
Pengambilan sampel terdiri atas dua cara sesuai tujuan penelitiannya, yaitu probability dan non probability . Pada probability, ada dua teknik yang digunakan, yaitu random selection dan random assignment. Sedangkan pada non probability ada beberapa teknik, antara lain sistematis, kuota, dan purposive.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitan digunakan untuk mengumpullkan data dan mengukur nilai variabel. Jumlah variabel yang terlibat dalam suatu peneliian menunjukkan jumlah instrumennya. Skala pengukuran yang digunakan pada suatu instrumen sangat tergantung pada desain penelitiannya. Beberapa skala pengukuran instrumen adalah, skala Likert, Gutman, rating scale, dan semantic deferential.
Instrumen penelitian dibuat berdasarkan hasil kerangka berpikir yang tertuang dalam bentuk kisi-kisi instrumen penelitian. Sebelum membuat kisi-kisi, terlebih dahulu harus dibuat definisi operasional setiap variabel sehingga memudahkan pengukurannya. Di dalam kisi-kisi terlihat variabel, indikator dan sub indikator bila diperlukan, serta jumlah pertanyaan. Jumlah pertanyaan dalam setiap instrumen harus disesuaikan dengan mempertimbangkan karakteristik sampelnya serta tujuan penelitiannya.
Instrumen penelitian belum dapat digunakan apabila belum diketahui validitas dan reabilitasnya. Validitas instrumen artinya instrumen dapat digunakan mengukur data dengan valid atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reabilitas instrumen menunjukkan kepastian hasil yang sama meskipun sudah digunakan berulang kali.
G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data penelitian ditentukan berdasarkan kebutuhan informasi serta tujuan penelitiannya. Bila dikaitkan dengan sumber datanya, maka akan diperoleh data berdasarkan sumber data primer (langsung memberikan data) dan sekunder (tidak langsung). Teknik yang digunakan adalah interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya.
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan variabelnya, tabulasi data, sajian data setiap variabel. Selanjutnya dilaksanakan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesisnya. Tenik analisis yang digunakan untuk penelitian kuantitatif adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Hasil analisis data hanya berbentuk angka-angka yang tidak dapat dimengerti kegunaannya apabila peneliti tidak terampil memaknai hasil analisisnya. Pemaknaan atau telaah hasil analisis data menjadi dasar untuk membahas hasil penelitian yang sesuai dengan rumusan masalahnya. Jawaban rumusan masalah tersebut dapat dijadikan informasi sebagai hasil temuan atau kesimpulan dari penelitiannya.
H. Penutup
Penggunaan metode penelitian yang benar akan memudahkan proses penelitiannya. Proses penelitian akan berlangsung dengan baik apabila peneliti memahami dan terampil melaksanakan kegiatan persiapan, pelaksanaan, serta pelaporan hasil penelitiannya.

PUSTAKA
Borg R Walter, 1989, Educational Research, New York: Longman
Isac Stephen, 1984, Handbookn in Research and Evaluation, San Diego: Edit Publisher
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Wiersma William, 1994, Research Methods in Education, Boston: Allyn Bacon Inc

Cinta Tapi Lebih Cinta

Di tengah diinginnya malam, sejenak sebelum kuterpejam dalam mimpi, terbuai oleh kekalahan konyol arsenal.. tiba-tiba kuteringat akan obrolan dengan seorang senior (sebuah istilah yang sangat aku benci). obroloan ngetan ngalor karo ngulon ngidul yang ga jelaz,sampe akhirnya terbawa dalam obrolan ringan tentang agama,,tanyaku dengan wajah bloon: sebetulnya orang seperti apa se yang di cintai oleh ALLAH?
Dengan senyum khas wajah tuanya (kata ini lebih easy listening nampaknya.haha) ia berkata: begini anak muda (???), ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa orang yang dicintai oleh ALLAH itu ada tiga golongan, yaitu ALLAH mencintai orang kaya yang gemar shodaqoh, namun ALLAH lebih mencintai orang miskin yang gemar shodaqoh; yang kedua ALLAH mencintai orang miskin yang sederhana, rendah hati namun ALLAh lebih mencintai orang kaya yang sederhana, rendah hati; yang ketiga ALLAH mencintai orang tua yang rajin ibadah namun ALLAH lebih mencintai pemuda yang rajin beribadah. paham kau anak muda???
ku hanya manggut manggut saja sebagai betuk pertanggungjawaban atas pertanyaan tadi,,,kemudian ku bertanya: terus siapa orang yang dibenci ALLAH??
jawabnya: orang yang dibenci oleh ALLAH yaitu ALLAH membenci orang kaya yang sombong, namun ALLAH lebih membenci orang miskin yang sombong; yang kedua ALLAH membenci orang miskin yang pelit namun ALLAh lebih mencintai orang kaya yang pelit, yang tidak mau menyumbang hartanya untuk jalan ALLAH; yang ketiga ALLAH membenci pemuda yang malas beribadah namun ALLAH lebih membenci orang tua, orang yang sudah berumur yang malas beribadah kepada_NYA.

uraian tadi membuat ku terdiam dan hanya bisa tersenyum seraya berkata: terimakasih untuk ilmunya..


menurut dirimu sendiri, kita termasuk golongan ynag mana ?? pemuda yang rajin ibadah?, sikaya yang sombong, si miskin yang sederhana, si tua yang malas beribadah, atau justru kita termasuk orang yang belum bisa menilai diri kita di posisi mana (sebuah ciri khas dari mentalitas rakyat indonesia) ??????


Semoga kita selalu mendapat pertolongan_NYA.Amiin...
NB: Maaf jika antara isi dan judul tidak ada "kesinambungan". memang sengaja kutulis ga nyambung, cos biasanya orang kalo mendengar kata 'cinta' pasti langsung tertarik, beda dengan ketika mendengar kata 'agama'.hahahahahahaha
Written about a month ago · Comment · Like / Unlike

Tak Ada Judul

tidak ada yang ingin kuungkapkan di note ini, ku cuma ingin mengisi waktuku sebelum menyelesaikan tugas apa yang sudah menjadi kewajibanku. namun setelah lama menimbang, mengingat hingga akhirnya ku memutuskan untuk menulis tentang bagaimana mahasiswa sekarang kebanyakan bersikap menghadapi masalah, how to solve the problem ?? banyak dari mereka kurang memiliki keinginan to solve the problem, hanya sekedar duduk manis ketika kuliah, datang untuk absen, berharap sang dosen tidak memberikan tugas...uh indah sekali jika kuliah setiap hari seperti itu.namun hal seperti itu justru yang mengekang pemikiran kita,kita tak akan perna maju jika kita tidak dipaksa. kita akan selalu tetap menjadi orang yang biasa,,bukan orang luar biasa yang memperjuangkan segala sesuatu dengan terkadang mencapai limit kemampuan yang dimilikinya. sebagian dari mereke akan merasa sangat terpuaskan ketika mampu menyelesaikan tugas disaat akhir,dan dengan senyum cerianya ia berkata:hehehe,,akhirnya selesai juga...kepuasan itulah yang ia rasakan. mereka tak perna mencoba menyelesaikan tugas disaat awal ketika tugas itu datang.padahal sudah jelas dinyatakan: "faida faroghta fansob,wa illa robbika farghob."..banyak hal lain yang bisa kita lakukan ketika kita sudah selesai menyelesaikan suatu hal. itulah yang dinamakan dengan kompetensi: menyelesaikan sesuatu ketika orang lain belum memiliki kemampuan untuk menyadarinya. kita tidak perna menjadi yang terbaik sebelum kita menyadari apa yang menjadi senjata kita untuk menghadapi semua masalah.

tidak hanya mahasiswa,samg dosen pun ada juga yang sperti itu,tak memiliki 4 kompetensi sebagai tenaga pendidik.datang hanya untuk mengajar, kuliah hanya sekedar untuk memenuhi jumlah pertemuan, tidak mampu berpikir kreatif untuk memancing mahasiswa berpikir kritis.
udah ah pusing juga mikir kata-katanya.tar mala dikira serius amat tulisannya.


ide menulis tulisan ini gara-gara ku memiliki seorang teman, dikala usianya 17 tahun ia sudah duduk kuliah di semester V universitas negeri sangat favorit sekaligus mahal di jogja. di kala teman seusianya baru duduk manis di semester I, ia sedang menyelesaikan skripsinya...
ku salut akan kemampuan akademikmu.

semoga bisa menginspirasi kita semua...amin.

Sejarah Kurikulum Matematika Sekolah

KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH

Pengertian Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin yaitu manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan langsung dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagi akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten (tetap).
Tujuan umum pendidikan matematika adalah menolong murid dalam mempelajari objek matematika. Robert M.Gagne dalam Teori Gagne, mengklasifikasikan objek–objek matematika menjadi dua macam, yaitu direct object (objek langsung) dan indirect object (objek tidak langsung). Objek langsung matematika meliputi; fakta matematika, keterampilan matematika, konsep matematika dan prinsip matematika.
a. Fakta-fakta matematika adalah konvensi–konvensi (semufakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang–lambang, semufakatan bahwa garis bilangan yang horizontal, arah ke kanan menunjukan bilangan–bilangan yang semakin besar, sedangkan arah ke kiri menunjukan bilangan–bilangan semakin kecil. Dalam matematika fakta–fakta matematika merupakan sesuatu yang harus diterima, misalnya yang harus diterima begitu saja adalah lambang untuk bilangan lima adalah “5”, juga lambang “ +, - , x“ untuk operasi–operasi dalam matematika.
b. Keterampilan–keterampilan matematika adalah operasi–operasi dan prosedur dalam matematika, yang masing–masing adalah suatu proses untuk mencari suatu hasil tertentu. Contoh keterampilan dalam matematika adalah proses mencari turunan (derivatif) suatu fungsi, proses mencari akar persamaan kuadrat.
c. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah suatu objek tertentu merupakan suatu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep dalam matematika disebut konsep matematika. Segitiga, persegipanjang, pertidaksamaan, bilangan asli semuanya merupakan konsep matematika.
d. Prinsip-Prinsip Matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep–konsep tersebut. Contoh beberapa konsep matematika: Pada setiap segitiga sama kaki, kedua alasnya sama besar, pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku.
Objek tidak langsung matematika meliputi; kemampuan berfikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berfikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan dan kedisiplinan.

Perjalanan Kurikulum Matematika
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?

Matematika tradisional
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang. ,maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12:3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan
9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar dan geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.

Pembelajaran Matematika Modern
Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani sejata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan terori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setalah tertanam pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika dalam negeri, berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut, munculah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempnyai karakteristik sebagai berikut ;
1. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
3. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih continue
4. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
5. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.


Pembelajaran Matematika masa kini
Pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.

Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;

1. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
2. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
3. Sikronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
4. Pengevaluasian hasil pembelajaran
5. Prinsip CBSA di pelihara terus


Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.




Kurikulum taun 2004
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.
Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan iskonsistensi
2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah
4. Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Sementara itu secara umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan belajar. Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum menuntaskan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan seringa dijumpai terutama siswa yang sering tidak tuntas dalam belajarnya.



(disadur dari barbagai sumber)

Selasa, 01 September 2009

Pendekatan Pembelajaran Problem Posing

Problem posing merupakan istilah Bahasa Inggris, dalam Bahasa Indonesia adalah pembentukan masalah. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan, yaitu:
1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa
2. Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Budi Hartati adalah sebagai berikut:
1. Membuka kegiatan pembelajaran
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
3. Menjelaskan materi pelajaran
4. Memberikan contoh soal
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
8. Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa
9. Menutup kegiatan pembelajaran
Menurut Srini M. Iskandar dalam makalahnya yang dinukil oleh Budi Hartati, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:
1. Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit
2. Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain
3. Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Budi Hartati dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1. Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi
2. Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya
3. Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.
Menurut Terry Dash dalam Budi Hartati, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Change the numbers
Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.
3. Change the operations
Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.
Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:
1. Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada
2. Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik)
3. Memberikan soal terbuka
4. Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.
Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah:
1. Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2. Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3. Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.
Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1. Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna bagimu)
2. Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana kamu mengalami kemacetan, kamu harus dapat menggunakan apa yang telah kamu ketahui untuk keluar dari kemacetan)
3. Menemukan kekeliruan yang ada (kamu harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir)
4. Meminimumkan pembilangan (jika kamu melakukan hitungan, kamu harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan)
5. Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan
6. Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika kamu menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain. Jangan mudah putus asa)
7. Membentuk soal atau masalah (kamu harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).
Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1. Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,
2. Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan juga sesuai dengan pendepat Mel Silberman yang telah dikemukakan di atas. Semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.

Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Seorang siswa dinilai telah berhasil dalam proses pembelajaran jika setelah selesai mengikuti proses pembelajaran di kelas, ia yang asalnya tidak tahu kemudian menjadi tahu serta dapat menggunakan konsep, teorema, maupun ketrampilan. Konteks penguasaan dan penggunaan di sini adalah bidang studi matematika.
Pembelajaran juga diartikan suatu proses untuk membuat orang belajar atau aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal, dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah aktifitas yang disengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan demi tercapainya tujuan mental. Menurut Cagne dan Biggs dalam Tengku Zahara Djafaar, pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah. Sebagai bagian dari sistem, sasaran pembelajaran adalah mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik.
Pembelajaran matematika sebagai suatu proses mengkondisikan siswa dalam belajar matematika membutuhkan suatu desain pembelajaran yang dapat mengoptimalkan siswa dalam belajar matematika. Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peran matematika dalam segala jenis dimensi kehidupan, misalnya dalam kehidupan ini yang memerlukan logika untuk sebuah jalan pemikiran tidak terlepas dari matematika yakni silogisme dan pokok bahasan yang lain. Selain hal tersebut, banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Hal itu menunjukan pentingnya fungsi matematika, terutama sebagai sarana memecahkan masalah.
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan siswa yang lebih berpartisipasi aktif sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan dari pada guru dalam mengajar. Proses pembelajaran aktif ini menuntut peserta didik mengalami keterlibatan intelektual-emosional, disamping keterlibatan fisiknya.. Keaktifan tersebut dapat berbentuk pemusatan perhatian apa yang dijelaskan oleh guru yang disertai penerapan dalam bentuk penyelesaian soal-soal.
Mel Silberman mengemukakan pernyataan yang disebut paham belajar aktif hasil modifikasi dari pernyataan Conficius. Pernyataan tersebut adalah: “What I hear, I forget; What I hear and see, I remember a little; What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand; What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill; What I teach to another, I master (Apa yang saya dengar, saya lupa; Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit; Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham; Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya).
Piaget dan Glaserveld dalam Winarno menuturkan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak guru ke otak siswa. Pengetahuan dapat diperoleh dengan adanya upaya siswa sendiri untuk mengorganisasikan pengalaman barunya dengan pengetahuan yang sudah ada dalam kerangka kognitifnya. Piagiet, Bruner, dan Vigotsky menjelaskan lebih lanjut bahwa agar terjadi proses belajar pada siswa maka siswa harus melakukan kegiatan fisik dengan benda konkret sambil melakukan kegiatan mental dalam kelompok-kelompok. Kegiatan ini misalnya mengerjakan soal dengan menggunakan kertas dan pensil, membuat soal yang relevan dengan pelajaran yang sedang diterima/diajarkan, melakukan permainan matematika/rekreasi metematika, melaksanakan tugas dalam kelompok dan lain sebagainya.
Proses pembelajaran harus dimulai dari pengetahuan yang sudah ada dalam pikiran siswa atau yang mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswa. Hal ini sesui dengan karakteristik mata pelajaran matematika yakni:
1. Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu,
2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya,
3. Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya,
4. Penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya. Bahan pelajaran hendaknya disajikan sedikit demi sedikit seraya memberikan kesempatan kepada siswa untuk meamahami, mencoba, bertanya, maupun berdiskusi. Penyajian bahan harus dimulai dari mudah ke sukar, sederhana ke rumit, konkret ke abstrak, yang diketahui ke yang belum diketahui, khusus ke umum, dan yang diamati ke penalaran.
Mc. Keachie yang dikutip oleh Winanrno mamaparkan kadar keaktifan yang mencakup tujuh hal, yaitu:
1. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran
2. Tekanan pada afektif dalam pembelajaran
3. Partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama interaksi antar siswa
4. Penerimaan guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali
5. Kekohensifan kelas sebagai kelompok
6. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan mata pelajaran.
John Holt yang telah dikutip oleh Mel Silberman berpendapat bahwa belajar akan semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri
2. Memberikan contoh-contoh
3. Mengenalkan dalam berbagai samaran dan kondisi
4. Melihat hubungan antara suatu fakta atau gagasan dengan yang lain
5. Menggunakan dengan berbagai cara
6. Memperkirakan beberapa konsekuensinya
7. Mengungkapkan lawan atau sebaliknya.
Uraian di atas dapat mengklasifikasikan pembelajaran yang aktif meliputi segi siswa dan guru. Jika dipandang dari segi siswa, maka pembelajaran aktif adalah proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar, sedangkan jika dipandang dari sudut guru atau fasilitator, maka pembelajaran aktif merupakan strategi belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan menuntut aktifitas dari siswa yang dilakukannya secara aktif. Secara umum, dalam pembelajaran aktif ini guru dituntut memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan mempertanyakan gagasan siswa. Sedang siswa aktif dalam bertanya, mengemukakan gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya. Hubungan tersebut (antar siswa yang aktif, atau siswa aktif dengan guru) juga dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran interaktif yang maknanya bahwa dalam pembelajaran bukan salah satu pihak saja yang aktif dan pihak lain pasif, tetapi kesemuanya aktif dan menghasilkan kondisi yang kondusif untuk suatu pembelajaran.
Adanya teori pembelajaran aktif menggugah ide-ide menuju pembelajaran aktif tersebut. Bukan hanya siswa saja yang dituntut kreatif dan aktif dalam pembelajaran, guru pun dituntut demikian. Guru dengan kekreatifannya sedapat mungkin bisa mengembangkan kegiatan yang beragam untuk menghindari siswa jenuh. Usaha tersebut misal dengan diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi, dan lain sebagainya yang dapat menumbuhkan interaksi dinamis antara siswa-siswa, siswa-guru, siswa-lingkungan belajar (bahan, alat, dan sebagainya). Demikian pula dengan alat bantu, guru dapat membuat alat bantu belajar yang sederhana dengan pertimbangan penggunaan alat bantu tersebut mendorong keaktifan siswa dan akan membantu siswa dalam memahami suatu konsep yang diajarkan. Guru juga dituntut untuk mengembangkan media yang digunakan, misalnya dengan lembar kerja siswa (LKS), multi media, dan lain sebagainya.
Pembelajaran yang efektif adalah apabila hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal. Untuk mengukur kemaksimalan faktor-faktor pembelajaran dimaksud, Suharsimi Arikunto memberikan instrumen yang harus dijawab, yakni sebagai berikut:
1. Apakah selama belajar siswa sudah benar-benar aktif mengolah ilmu yang diperoleh?
2. Apakah guru sudah dengan tepat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah sendiri ilmu yang diperoleh siswa?
3. Apakah sarana belajar sudah digunakan secara maksimal untuk membantu proses pembelajaran?
4. Apakah biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan untuk pembelajaran cukup hemat?
5. Apakah kualitas hasil yang diperoleh siswa sesudah peristiwa pembelajaran dapat dikatakan cukup tinggi?
Jika kelima jawaban pertanyaan tersebut "ya", maka pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan efektif dan efisien. Namun jika belum, perlu dibenahi agar pembelajaran yang dilakukan efektif.
Pendapat Rogers yang dikutip Mudjiono Dimyati mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, diantaranya:
1. Belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggungjawab dalam proses belajar
2. Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation (kritik diri). Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder
3. Belajar mengalami menuntut keterlibatan secara penuh dan sunggug-sungguh.
Kalangan peneliti berpendapat bahwa pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang efektif atau merupakan syarat bagi pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, kebanyakan penelitian belakangan tentang pembelajaran efektif untuk matematika berpusat pada pengajaran yang meningkatkan keaktifan siswa. Jadi pada prinsipnya, agar pembelajaran yang dilakukan efektif, pembelajaran perlu dilakukan tanpa atau dengan sedikit saja waktu yang digunakan untuk ceramah. Sebagaian besar waktu pembelajaran digunakan untuk kegiatan intelektual dan emosional siswa, untuk pemantauan kesiapan siswa, dan untuk memeriksa pamahaman siswa.
Kanold mengemukakan resep pembelajaran yang efektif meliputi perencanaan, penyajian, dan cara mengakhiri pertemuan.
1. Perencanaan
a. Memulai pertemuan dengan tinjauan singkat atau masalah yang membuka selera
b. Memulai pelajaran dengan pemberitahuan tujuan dan alasan secara singkat
c. Menyajikan bahan pelajaran baru sedikit demi sedikit dan di antara bagian-bagian penyajian yang sedikit itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami, mencoba, bertanya, diskusi, dan lain sebagainya
d. Memberikan petunjuk yang rinci untuk setiap tugas bagi siswa
e. Memeriksa pemahaman siswa dengan jalan mengajukan banyak pertanyaan dan memberikan latihan yang cukup banyak
f. Membolehkan siswa bekerja sama sampai tingkat siswa dapat mengerjakan tugas secara mandiri.
2. Penyajian
a. Pemeriksaan pemahaman siswa dilakukan dengan pemberian tugas kepada siswa. Guru memberikan penjelasan pembuka jalan, kemudian siswa menyelesaikan tugas itu. Guru berkeliling memeriksa hasil pembelajaran dan memberi bantuan jika ada siswa yang kesulitan. Siswa membuat ringkasan proses atau langkah-langkah penyelesaian tersebut
b. Pertanyaan menggunakan teknik bertanya yang efektif
c. Pada pembelajaran tentang konsep atau prosedur, siswa mengerjakan latihan terbimbing. Guru membimbing dengan menugasi siswa bekerja berkelompok kecil atau berpasangan untuk merumuskan jawaban atas latihan itu, menyelidiki pola yang mungkin ada, dan menyusun strategi yang diperlukan dalam mengerjakan latihan itu.
3. Penutup Pertemuan
Pertemuan ditutup tepat waktu
a. Jika sisa waktu tinggal sedikit, digunakan untuk membuat ringkasan dari pelajaran yang baru saja selesai
b. Jika sisa waktu agak banyak, digunakan untuk membicarakan langkah awal dari penyelesaian tugas rumah (PR).
Muara dari pembelajaran aktif, kreatif, dan efektif tersebut diharapkan dapat menghadirkan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, terutama bagi siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah menangkap pelajaran karena suasana dalam diri maupun di luar dirinya mendukung. Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat siswa nyaman, aman, dan tenang hatinya tidak ada ketakutan (dicemooh, dilecehkan) dalam mengaktualisasikan kemampuan dirinya.
Pembelajaran yang menyenangkan ini dapat ditinjau dari dua segi, yakni segi siswa dan segi guru.
1. Segi Siswa
1. Siswa berani mencoba dan berbuat
2. Siswa berani bertanya
3. Siswa berani mengemukakan pendapat
4. Siswa berani mempertanyakan gagasan orang lain.
2. Segi Guru
Tidak membuat siswa takut salah, takut ditertawakan, dan takut disepelekan.

Pendekatan Matematika Realistik

Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Nederlands. Ada suatu hasil yang menjanjikan dari penelitian kuantitatif dan kualitatif yang telah ditunjukkan bahwa siswa yang telah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan RME mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan tradisional dalam hal ketrampilan berhitung, lebih khusus lagi dalam hal aplikasi. Erman Suherman yang mengutip dari Freudenthal, Gravemaijer, dan Streefland menegaskan bahwa gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan realistic ini tidak hanya popular di negeri Belanda saja, melainkan banyak mempengaruhi kerja para pendidik matematika di banyak bagian di dunia.
RME/PMR (Realistic Mathematic Education/ Pendidikan Matematika Realistik) dikembangkan oleh Hans Freudental dari Belanda. Gagasan RME muncul sebagai jawaban terhadap adanya gerakan 'matematika modern' di Amerika Serikat (dan pengikutnya) dan adanya praktik pembelajaran matematika secara mekanistik di Belanda. Menurut Freudental, matematika harus dikaitkan dengan realitas kehidupan, dekat dengan alam pikiran siswa dan relevan dengan masyarakat agar mempunyai nilai manusiawi. Matematika haruslah tidak dipandang sebagai materi pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa atau orang lain tetapi hendaklah dipandang sebagai kegiatan manusia, sehingga pendidikan matematika haruslah dipandang sebagai kegiatan yang disebut proses matematisasi.
Kuiper & Knuver yang dikutip oleh Erman Suherman mengemukakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik sekurang-kurangnya dapat membuat:
· Matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
· Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
· Menekankan belajar matematika pada ’learning by doing’.
· Memfasilitasi penyelesain masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.
· Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
Proses matematisasi dirumuskan sebagai matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal adalah pemunculan atau pemajuan 'alat matematis' atau 'model matematis' oleh siswa dari usahanya memecahkan masalah yang terkandung dalam situasi kehidupan nyata. Matematisasi vertikal adalah proses mengorganisasi ulang 'alat matematis' atau 'model matematis' yang telah muncul atau diajukan oleh siswa pada proses matematisasi horizontal ke dalam sistem matematik, seperti penemuan jalan pintas penyelesaian soal, penemuan hubungan antara konsep-konsep matematis atau antara strategi-strategi penyelesaian soal,dan penerapan dari penemuan itu.
Pembelajaran Matematika Realistik didasarkan pada lima asas, yaitu:
a) Belajar matematika adalah kegiatan yang unsur utama dan pertamanya adalah kegiatan konstruktif seperti yang didefinisikan dalam teori pembelajaran konstruktivistik (konsep konstruktif dalam paham konstruktivistik).
b) Belajar konsep atau ketrampilan matematis merupakan proses. Proses itu sering mempunyai rentang waktu yang panjang (lama) dan bergerak dalam berbagai tempat abstraksi.
c) Belajar matematika, khususnya peningkatan taraf proses belajar dapat terlaksana melalui refleksi, yaitu dengan memikirkan proses belajarnya sendiri atau lanjutan dari proses itu.
d) Belajar bukan hanya kegiatan "solo", melainkan juga merupakan suatu proses yang terjadi di masyarakat (kelompok) dan diarahkan serta dirangsang oleh konteks sosial.
e) Belajar matematika tidak terdiri atas penyerapan sekelompok pengetahuan yang tanpa kait-mengait dan unsur-unsur ketrampilan tetapi merupakan konstruksi pengetahuan dan ketrampilan menjadi kesatuan yang terstruktur.

Dalam filosofi realistic, kepada siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan, yaitu yang dari dalam siswa akan memperluas dunia kehidupannya. Kemajuan individu maupun kelompok dalam proses belajar – seberapa jauh dan seberapa cepat- akan menentukan spektrum perbedaan dari hasil belajar dan posisi individu tersebut.
Matematika realistik yang dimaksud di sini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan dengan baik oleh siswa digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat keabstrakannya. Pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh. Namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan "seolah-olah ditemukan kembali" oleh siswa.
Dalam kerangka Realistic Mathematics Education,Freudenthal (1991) menyatakan bahwa “Mathematics is human activity”, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia.
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik mengacu pada paham kontruktivisme. Kontruktivisme merupakan suatu teori atau faham yang menyatakan bahwa setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa dikuasi (dipahami secara sungguh-sungguh) oleh seseorang apabila orang itu secara aktif mengkonstruksi/membentuk pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirnya.
Kegiatan belajar menurut paham ini adalah kegiatan yang aktif. Siswa membangun sendiri pengetahuan, siswa memberi makna sendiri dari apa yang dipelajari. Proses mencari ini adalah proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran siswa. Siswa sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama ke dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkan dengan apa yang telah siswa ketahui serta menyelesaikan ketegangan antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman baru.
Kontruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukan merupakan kegiatan memindahkan atau mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Peran guru dalam mengajar lebih sebagai mediator dan fasilitator. Guru memfasilitasi agar proses pembentukan (kontruksi) pengetahuan pada diri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat kesalahan dalam mengerjakan sebuah soal. Sebaiknya guru tidak langsung memberitahukan dimana letak kesalahannya. Diharapkan guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sendiri letak kesalahan tersebut. Agar proses kontruksi pengetahuan dalam pikiran siswa bisa berlangsung secara optimal, guru bisa membantu siswa dengan cara memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai.
Menurut Suharto Hadi yang telah dikutip oleh El Metta Sari, dalam Pembelajaran Matematika Realistik terdapat beberapa konsepsi. Konsepsi tersebut adalah:
1. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik tentang siswa
a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pegalaman.
e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
2. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik tentang guru:
a. Guru hanya sebagai fasilitator belajar.
b. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.
c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya atau dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil.
d. Guru tidak terpancing pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif dalam mengartikan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
3. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik pengajaran:
Pengajaran matematika dalam pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik meliputi aspek-aspek berikut:
a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang "riil" bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
b. Permasalah yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbol secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.
d. Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap pelajaran.

Beberapa ciri khas yang menonjol dari Pendekatan Matematika Realistik adalah:
a) Penggunaan masalah atau soal-soal berkonteks kehidupan nyata (kontekstual) yang konkret atau yang ada dalam pikiran alam siswa sebagai titik awal proses pembelajaran. Masalah-masalah itu dapat disajikan dalam bahasa biasa atau cerita, bahasa lambang, benda konkret atau model (gambar, grafik, tabel dan lain-lain). Pada pembelajaran matematika mekanistik, masalah atau soal-soal kontekstual juga kadang digunakan, namun biasanya hanya pada akhir pembelajaran sebagai contoh atau soal-soal penerapan dari materi matematika yang dipelajari. Sementara pada pembelajaran matematika realistik masalah atau soal-soal kontekstual digunakan sebagai sumber pemuncullan konsep sekaligus objek penerapan matematika. Melalui soal kontekstual yang dihadapi, siswa diharapkan menemukan alat matematis atau model matematis sekaligus pemahaman tentang konsep atau prinsip matematika.
b) Menghindari cara mekanistik yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal. Cara mekanistik itu memecah cara pembelajaran menjadi bagian-bagian kecil yang tidak bermakna dan berisi latihan menyelesaikan soal-soal yang kecil-kecil itu. Pendekatan matematika realistik mendorong siswa untuk memunculkan atau mengajukan suatu cara berupa alat atau model matematis dari soal kontekstual yang dihadapinya.
c) Siswa diperlakukan sebagai peserta aktif dalam pembelajaran, diusahakan agar siswa sendiri yang menemukan atau mengembangkan alat atau model dan pemahaman matematis melalui penemuan dengan bantuan guru, diskusi dengan teman, maupun menemukan sendiri.
d) Ada keseimbangan antara proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal artinya pembelajaran tidak cepat bergerak menuju materi yang lebih abstrak. Menghargai jawaban informal siswa sebelum sampai pada tahap mempelajari bentuk formal matematika (proses matematisasi vertikal), sehingga ada kesempatan merefleksi, menginterprestasi dan menginternalisasi hal yang dipelajari.
e) Pembelajaran matematika tidak semata-mata memberi penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah prosedural (driil) namun juga memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.

Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen yang dikutip oleh I Gusti Putu Suharta mengemukakan bahwa karakteristik pendekatan matematika realistik adalah menggunakan konteks "dunia nyata", model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaksi serta keterkaitan (intertwinment).
a) Menggunakan konteks "dunia nyata"
konsep matematika diperoleh dengan memberi masalah dari dunia nyata (kontekstual). Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang mereka peroleh, kemudian siswa mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata.
b) Menggunakan model-model (matematisasi).
Dalam matematika realistik siswa mengembangkan model sendiri kemudian model tersebut dijadikan dasar untuk mengembangkan matematika formalnya. Ada dua macam model yang terjadi dalam proses tersebut yakni model dari situasi (model of situation) dan model untuk matematis (models for formal matematics). Model ini berperan sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
c) Menggunakan produksi dan konstruksi
Siswa dengan arahan guru mengkonstruksi dan menghasilkan matematika dengan cara dan bahasa mereka sendiri. Kemudian dilakukan refleksi terhadap hasil aktivitas matematika siswa dalam mengkonstruksi konsep.
d) Menggunakan interaktif
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam Pendekatan Matematika Realistik. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, dan pertanyaan.
e) Menggunakan keterkaitan (intertwinment).
Pengaitan (intertwining) antar pokok bahasan sangat penting dalam matematika realistik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan struktur materi secara matematis. Setiap pokok bahasan tidak berdiri sendiri tetapi diintegrasikan dengan yang lain.
Harapan implementasi pembelajaran matematika berdasarkan realistik menurut Turmudi yang diadopsi oleh Erman Suherman adalah:
a. Sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika;
b. Pada umumnya siswa menyenangi matematika dengan pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan alasan cara belajarnya berbeda (dari biasanya), pertanyaan-pertanyaannya menantang, adanya pertanyaan-pertanyaan tambahan sehingga menambah wawasan, lebih mudah mempelajarinya karena persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari.
Menurut Suharta yang telah dikutip oleh Asmin mengemukakan bahwa implementasi pendekatan matematika realistik di kelas meliputi tiga fase yakni: fase pengenalan, fase eksplorasi dan fase meringkas. Pada fase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistik dalam matematika kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman (setting) masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk mengaitkan masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa sebelumnya. Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Di sini guru berupaya meyakinkan siswa dengan cara memberi pengertian sambil berjalan mengelilingi siswa, melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa, dan memberi motivasi kepada siswa untuk giat bekerja. Dalam hal ini, peranan guru adalah memberikan bantuan seperlunya kepada siswa yang memerlukan bantuan. Pada fase meringkas, guru dapat mengawali pekerjaan lanjutan setelah siswa menunjukkan kemajuan dalam pemecahan masalah. Sebelumnya mendiskusikan pemecahan-pemecahan dengan berbagai strategi yang mereka lakukan. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka, dan membuat keterkaitan. Sebagai hasil dari diskusi, siswa diharapkan menemukan konsep-konsep awal/utama atau pengetahuan matematika formal sesuai dengan tujuan materi. Dalam fase ini guru juga dapat membuat keputusan pengajaran yang memungkinkan semua siswa dapat mengaplikasikan konsep atau pengetahuan matematika formal.

TEORI-TEORI BELAJAR

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar dengan baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahuinya’. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi dalam kelas-kelas saat ini, untuk itu perlu diketahui kembali akan adanya teori-teori belajar, khususnya yang relevan dalam bidang matematika.
Lebih khususnya dalam pembelajaran matematika, ada banyak tokoh dari dunia barat yang mengemukakan tentang bagaimana pembelajaran Matematika terhadap siswa, khususnya siswa SLTP. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: Gagne yang mengemukakan teori Gagne, Bruner serta masih banyak tokoh lain yang mengemukakan teorinya.
A. TEORI GAGNE
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hierarki belajar. Dalam penelitiaannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Di dalam teorinya Gagne juga mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika.
1.Objek-objek pembelajaran Matematika
Menurut Gagne secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu objek-objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung dari pembelajaran Matematika terdiri atas:
a.Fakta-fakta matematika
Adalah konvensi-konvensi (semufakatan-semufakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika, semufakatan bahwa pada garis bilangan yang horisontal, arah ke kanan menunjukan bilangan-bilangan yang semakin besar sedangkan kearah kiri menunjukkan bilangan-bilangan yang semakib kecil nilainya, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja karena itu sekedar merupakan semufakatan. Misalnya adalah merupakan fakta (yang haruis diterima begitu saja) bahwa lambang untuyk bilangan Empat adalah 4 (dalam sistem bilangan hindu-arab) atau ‘IV’ ( dalam sistem bilangan romawi). Juga lambang ‘-‘ adalah lambang untuk operasi pengurangan. Di dalam matematika tidak dipersoalkan hal-hal seperti itu, dan menurut Gagne fakta hanya bisa dipelajari dengan dipakai berulang-ulang dan di hafal.
b. keterampilan-keterampilan matematika
adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari sesuatu hasil tertentu. Contoh keterampilan matematika adalah proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan dan lain-lain.
c. Konsep-konsep matematiaka
Suatu konsep yang yang berada dalam lingkup matematika disebut konsep matematika, yaitu antara lain: segitiga, persegi panjang, persemaan, pertidaksamaan, bilangan prima, dan lain-lain.
d. Prinsip-prinsip matematika
Beberapoa contoh prinsip dalam matematika antara lain:
1). Pada setiap segitiga sama kaki, kedua sudut alas adalah sama besar.
2). Hasil kali dua bilangan p dan q adalah nol jika dan hanya jika p=0 atau q=0.
3). Pada setiap seggitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi siku-siku.
2. Fase-fase kegiatan belajar
Menurut Gagne setiap kegiatan belajar terdiri atas empat fase yang terjadi secara berurutan, yaitu
a. Fase Aprehensi. Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar tang akan ia lakukan. Dalam pelajaran matematika, stimulus tersebut bisa berupa materi pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah buku, sebuah sola yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah, atau juga bisa seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep-konsep tertentu.
b. Fase Akuisisi. Pada fase ini siswa melakukan akuisisi atau penyerapan terhadap berbagai fakta, keterampilan, konsep, atau prinsip ytang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut.
c. Fase Penyimpanan. Pada fase iniu siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar dalam ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d. Fase Pemanggilan. Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep, maupun prinsip.
3. Jenis-jenis belajar
jenis-jenis belajar terdiri atas:
a.Belajar isyarat, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibat adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika seorang siswa mendapatkan komentar bernada positif dari guru matematika, maka secara tidak langsung siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika. Dan sebaliknya.
b.Belajar stimulus respon, adalah kegiatan belajar yang terjadi secara disadari, yang berupa dolakukannya suatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya suatu stimulus tertentu.
c.Rangkaian gerakan, merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
d.Rangkaian verbal, merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna. Misalnya kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri, kegiatan menyebutkan nama benda-benda tertentu, dan sebagainya.
e.Belajar membedakan, merupakan kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambang ‘3’ dengan lambang ‘8’, membedakan bilangan bulat dengan bilangan prima, dan sebagainya.
f.Belajar konsep, merupakan kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
g.Belajar aturan. Contoh aturan dalam matematika antara lain: Untuk sembarang dua bilangan real a dan b berlaku a x b = b x a, dan masih banyak aturan lain dalam matematika.
h.Pemecahan masalah, merupakan kegiatan belajar yang palng kompleks. Untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tersebut harus diramu dan diolah secara kreatif dalam ranghka memecahkan masalah yang bersangkutan

B. TEORI BRUNER
Berdasarkan hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh bruner dan kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai teorema. Keempat teorema tersebut yaitu:
1. Teorema Konstruksi
Didalam teorema ini dikataklan bahwa cara yang terbaik bagi seotang siswa untuk mempelajari suatu konsep atau suatu prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa-siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami suatu konsep atau suatu prinsip dalam matrematika hanya dengan menganalisisa sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi untuk kebanyakan siswa khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut, sehingga mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikannya dalam situasi-situasi yang yang sesuai.

2. Teorema Notasi
Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, soal yang berbunyi: ‘ tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah tiga akan menjadi delapan’, akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk: ……+ 3 = 8, Sedangkan untuk siswa SLTP yang tingkat perkembangannya sudah lebih matang, soal tersebut akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk: x + 3 = 8.
3. Teorema Kokantrasan dan variasi
Didalam teorema ini dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa pabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas; serta pemahaman siswa tentang suatu konsep matematika juga akan lebih jelas apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi (contoh-contoh yang berbeda tetapi semuanya menunjukan konsep yang sama). Sebagai contoh adalah dalam pembelajaran konsep pertsegi panjangnm persegi poanjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua sisinya yang berhadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain verttikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang perbedaan poanjang dan lebarnya begitu mencolok, dan lain sebagainya.
4. Teorema Konektivitas
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap keterampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan keterampilan-keterampilan yang lain.
Adanya hubungan antara konsep. Prinsip, dan keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak lain dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahamio konsep dsan prinsip serta memiliki keterampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep, prinsip, dan keterampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi dari matematika menjadi lebih utuh.

C. TEORI AUSUBEL
Sekalipun selama ini metode ceramah dan metode-metode ekspositoris yang lain banyak digugat karena dianggap kurang mendorong proses berpikir dan proses belajar aktif pada siswa, tidak berarti bahwa metode-metode tersebut ditinggalkan begitu saja. David B. Ausubel adalah salah satu pakar dalam pendidikan dan psikologi yang berpendapat bahwa metode ceramah (lecture method) merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif, apabila dipakai secara tepat. Menurut Ausubel , metode-metode kspositoris (termasuk metode ceramah) akan sangat efektif dalam menghasilkan kegiatan belajar yang bermakna (meaningful learning) apabila dipenuhi dua syarat sebagai berikut:
1. Siswa memiliki meaningful leaening set, yaitu sikap mental yang mendukung terjadinya kegiatan belajar yang bermakna. Contoh: siswa betul-betul mempunyai keinginan yang kuat untuk memahami hal-hal yang akan dipelajri, dan berusaha untuk mengaitkan hal-hal baru yang dipelajri dengan hal-hal lama yang telah ia ketahui, yang kiranya relevan.
2. Materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan siswa adalah materi atau tugas yang bermakna bagi siswa; artinya, materi atau tugas tersebut terkait dengan struktur kognitif yang pada saat itu telah dimiliki siswa, sehingga dengan demikian siswa bisa mengasimilisasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang dipelajri itu kedalam struktur kognitif yang ia miliki. Dan dengan demikian, struktur kognitif siswa mengalami perkembangan.
D. PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING / CTL)
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, dan strategi prmbrlajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi infomasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari ‘menemukan sendiri’ bukan dari ‘apa kata guru’.
Ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
2. Pemerolehan pengatahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (undersatnding knowledge)
4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying knowledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya ( authentic assessment).
E. KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme merupakan suatu teori atau paham yang menyatakan bahwa setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa dikuasai oleh seseorang apabila orang itu aktif mengkonstruksi atau membentuk pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirannya. Jika pengetahuan atau kemampuan itu tidak secara aktif dikonstruksi sendiri oleh orang yang bersangkutan, pengetahuan atau kemampuan itu tidak akan bisa dikuasai secara sungguh-sungguh. Dalam hal seperti itu, proses belajar yang sungguh-sungguh tidak terjadi, dan hasilnya adalah belajar tanpa pemahaman.
Menurut paham konstruktivisme, tugas guru atau pendidik adalah menfasilitasi agar prosea pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat suatu kesalahan dalam mengerjakan sebuah soal, sebaiknya guru tidak langsung memberitahukan dimana letak kesalahannya. Sebaiknya guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya siswa menemukan sendiri letak kesalahannya tersebut. Sebagai contoh, jika seorang siswa menyatakan bahwa untuk sembarang bilangan real a dan b berlaku (a+b) pangkat dua sama dengan a pangkat dua di tambah b pangkat dua, guru tidak perlu langsung memberitahukan bahwa itu salah, lebih baik guru memberi pertanyaan yang sifatnya menuntun, misalnya: apakah (2+3) pangkat dua sama dengan dua pangkat dua ditambah tiga pangkat dua ?.
Dengan menjawab pertanyaan ini, siswa akan dapat menemukan sendiri letak kesalahan yang ia buat pada pernyataan semula. Dari contoh ini kiranya jelas bahwa guru bisa membantu siswa dengan cara siswa dengan cara memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai, agar proses konstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa berlangsung secara optimal. Pertanyaan yang diajukan guru tersebut, untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya siswa bisa menemukan sendiri letak kesalahan yang ia buat, merupakan contoh scaffolding (tuntunan atau dukungan yang dinamis) dari guru pada siswa.


PENUTUP

Dari beberapa teori yang dikemukakan diatas, dapat diketahuai bahwa pada dasarnya kesemuanya memberikan tujuan agar siswa lebih merasa nyaman dan bebas dalam belajar matematika yang memang terkesan angker. Guru harus bisa berperan sebagai fasilitator (pencipta situasi belajar yang nyaman) yang memberikan bimbingan pada siswa, sehingga siswa merasa menjadi subjek pembelajaran bukan sebagai objek.

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DAN PEMECAHAN MASALAH (LEARNING BASED PROBLEM SOLVING AND REINVENTION)

Pembelajaran adalah suatu proses untuk membuat orang belajar atau aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah aktifitas yang disengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan demi tercapainya tujuan mental.1Sebagai bagian dari sistem, sasaran pembelajaran adalah mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik. Menurut Cagne dan Biggs dalam Tengku Zahara Djafaar 2pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah. Sebagai bagian dari sistem, sasaran pembelajaran adalah mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik.
Matematika menurut James dan James dalam kamus Matematika yang ditulisnya, menyatakan bahwa: matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain yang terbagi dalam tiga bidang, ialah aljabar, analisis dan geometri3. Sedangkan menurut Jhon dan Rising, matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik4. Pendapat lain dikemukakan oleh Elea Tinggih, bahwa Matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan cara bernalar5.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan pembelajaran Matematika adalah suatu aktifitas yang disengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapai tujuan melalui kegiatan penalaran. Sedangkan Kolb dalam Sri Wardhani mendefinisikan pembelajaran Matematika adalah proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui transformasi individu siswa6.
Pembelajaran matematika sebagai suatu proses dalam menciptakan lingkungan belajar agar siswa terkondisikan dalam belajar matematika dibutuhkan suatu desain pembelajaran yang mengoptimalkan siswa dalam belajar matematika. Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peran matematika dalam segala jenis dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Hal itu menunjukan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana memecahkan masalah. Dalam kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran matematika SLTP/MTs disebutkan bahwa tujuan matematika ditekankan pada siswa untuk memiliki :
Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah dalam pelajaran matematika dan pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi
Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara penalaran yang dapat dialihgunakan pada setiap keadaan seperti bersifat kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat obyektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah.
Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbut dan Straker dalam Marsigit7mendefinisikan matematika sebagai berikut :
Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Matematika adalah kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.
Matematika adalah kegiatan Pemecahan masalah
Matematika merupakan alat komunikasi
Siswa akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai inovasi
Siswa mempelajari matematika dengan caranya sendiri.
Siswa mempelajari matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan temannya.
Siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika.
Agar proses pembelajaran Matematika dapat berlangsung secara efektif dan efisien, maka pembelajaran harus dirancang dan didesain dengan baik, diantaranya dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran menurut Reigeluth dalam Gerardus Polla8, adalah pilihan dari cara pengorganisasian materi pelajaran serta urutan aktivitas guru, pilihan cara penyampaian materi dan cara mengorganisasikan kelas dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik bidang studi, karakteristik siswa dan kendala yang ada guna memperoleh hasil pembelajaran yang efektif dan efisien serta mempunyai daya tarik. Sedangkan strategi pembelajaran menurut Sri Wardhani adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan suatu keadaan pembelajaran kini (yang ada saat ini) menjadi keadaan yang diharapkan9.
Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa untuk mencapai kondisi pembelajaran yang kondusif, efektif dan menyenangkan maka perlu diterapkannya suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mewujudkan kondisi tersebut.
A.PENEMUAN TERBIMBING
Penemuan terbimbing dapat dipandang sebagai suatu metode pembelajaran dimana siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang difasilitasi oleh guru.10
Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas untuk menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Dalam metode ini guru bertindak sebagai fasilitator yang mampu memberi bantuan yang serasi dengan kebutuhan siswa.Guru membimbing siswa agar mempergunakan idea, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukam pengetahuan baru.11
Penemuan terbimbing merupakan salah satu metode pembalajaran aktif sebagaimana menurut Masalski yang dikutip dari Winarno, beberapa model pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, pembelajaran dengan menggunakan soal-soal terbuka, dan pembelajaran melalui atau menggunakan pemecahan masalah.12
Dalam pendekatan ini, guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final. Siswalah yang diberi kesempatan untuk mencari dan menemukannya sendiri13. Secara garis besarnya sebagai berikut :
1.Stimulasi.
Guru mulai dengan bertanya atau mengatakan persoalan, atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan (Problematic).
2.Perumusan masalah.
Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang relevan sebanyak mungkin. Kemudian mereka harus membatasi dan memilih yang dipandang paling menarik untuk dipecahkan.
3.Pengumpulan data.
Untuk menjawab persoalan, Siswa diberi kebebasan untuk memilih dan mencari data yang sesuai dan dibutuhkan.
4.Analisis data.
Semuan informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya itu diolah (dicek, diklasifikasikan).
5.Generalisasi.
Pada tahap ini siswa denag dibimbing oleh guru mencoba untuk melakukan penarikan kesimpulan sesuai dengan yang telah ditemukan.
Landasan pemikiran yang mendasari pendekatan belajar-mengajar ini ialah hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihafal dan diingat, mudah ditransfer pengetahuan dan kecakapan siswa yang bersangkutan. Lebih jauh lagi dapat menumbuhkan sikap intrinsik.
Pendekatan belajar seperti ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, metode ini bagi yang belum terbiasa, membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Secara lebih terperinci langkah-langkah dalam model penemuan terbimbing dapat diuraikan sebagai berikut :
Guru merumuskan masalah yang akan dihadapkan kepada siswa, dengan data secukupnya. Perumusan harus jelas dalam arti tidak menimbulkan salah tafsir, sehingga arah yang akan ditempuh siswa tidak salah.
Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasikan dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan dapat diberikan sejauh yang dibutuhkan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang tepat. Misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan.
Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
Bila perlu konjektur di atas diperiksa oleh guru. Ini perlu untuk meyakinkan prakiraan yang dilakukan oleh siswa.
Bila telah diperoleh kepastian konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu telah benar.
Dari urutan langkah di atas, model pembelajaran penemuan terbimbing memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah:
Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Menanamkan sikap inkuiri.
Menopang model pembelajaran penemuan masalah
Menimbulkan interaksi antar siswa.
Melatih keterampilan dasar, sebab tanpa ini akan sulit menuju langkah selanjutnya.
Materi yang dipelajari akan mencapai tingkat kemampuan yang tinggi, dan lebih lama terkesan.
B.PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai metode pembelajaran dimana siswa berlatih memecahkan persoalan. Persoalan tersebut dapat datang dari guru, suatu fenomena atau persoalan sehari-hari yang dijumpai siswa. Pemecahan masalah mengacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah dan mencari alternatif pemecahannya.14
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.15Kondisi belajar dalam pemecahan masalah antara lain :
Kondisi dalam diri pelajar menyangkut pengalaman masa lampaunya
Kondisi dalam situasi belajar meliputi proses belajar dimana siswa cukup memberikan bimbingan secara verbal untuk mengarahkan siswa ke tujuan tertentu.
Perbedaan waktu dalam memecahkan masalah bergantung pada perbedaan individual yakni :
Banyak aturan yang diketahui
Kecepatan untuk mengingat aturan tersebut
Kreatifitas
Kemampuan siswa memahami konsep
Dalam Prosamentier16dituliskan bahwa Pemecahan masalah adalah tujuan dasar dari pendidikan matematika. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan masalah, terdapat 3 pendekatan yang sangat berbeda17yaitu:
Mengajar melalui Pemecahan masalah
Pendekatan ini ditegaskan pada penggunaan pemecahan masalah sebagai tujuan untuk mengajarkan isi mata pelajaran.
Mengajar tentang Pemecahan masalah
Pendekatan ini melibatkan pembelajaran langsung tentang strategi umum pendekatan masalah.
Mengajar untuk Pemecahan masalah
Pendekatan ini difokuskan pada mengajarkan strategi umum pemecahan masalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah.
Akan tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika digunakan pendekatan yang memadukan ketiga pendekatan di atas untuk memecahkan masalah yang tepat. Langkah-langkah dalam memcahkan masalah.18
Mengenali bahwa masalah itu ada
Mengidentifikasi masalah
Mengumpulkan data untuk membuat hipotesis
Menguji hipotesis
Mengevaluasi solusi dan membuat kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Dalam Posamentier 19 urutan yang sistematis dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
Mengetahui masalah, langkah pertama dalam memecahkan masalah adalah mengetahui apa yang ditanyakan.
Menentukan rencana, setelah masalah diketahui kemudian menentukan bagaimana jawabannya dan mencari hubungan antara data dengan yang tidak diketahuinya.
Melaksanakan rencana, melihat prosdur dalam mencari solusi
Melihat kembali ketika jawaban atau solusi sudah ditemukan sangatlah penting untuk memeriksa jawaban tersebut.
Beberapa strategi dalam menjalankan Model pemecahan masalah :20
Pada saat memecahkan masalah, ada beberapa cara atau langkah yang sering digunakan. Cara yang sering digunakan orang dan sering berhasil pada proses pemecahan masalah inilah yang disebut dengan strategi pemecahan masalah. Setiap manusia akan menemui masalah. Karenanya, strategi ini akan sangat bermanfaat jika dipelajari para siswa agar dapat digunakan dalam kehidupan nyata mereka. Beberapa strategi yangn digunakan adalah :


Membuat diagram
Strategi ini terkait dengan pembuatan sket atau gambar corat-coret mempermudah memahami masalahnya dan mendapat gambaran umum penyelesaiannya.
Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini terkait dengan penggunaan contoh khusus tertentu pada masalah tersebut agar mudah dipelajari, sehingga gambaran umum penyelesaian yang sebenarya dapat ditemukan
Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala sesuatunya tidak dibayangkan hanya oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas.
Menemukan pola
Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan – keteraturan, keteraturan tersebut akan memudahkan kita dalam menemukan penyelesaiannya.
Memecah tujuan
Strategi ini terkait dengan pemecahan tujuan yang hendak kita capai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini terkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh si pelaku selama proses pemcahan masalah sehinnga tidak ada satu alternatif yang terabaikan.

Berpikir logis
Strategi ini terkait dengan penggunaan penalaran maupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
Bergerak dari belakang
Dengan strategi ini, kita mulai dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, kita bergerak dari yang diinginkan lalu menyesuaikan dengan yang diketahui.
Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang jelas-jelas tidak mungkin agar diabaikan sehingga perhatian tercurah pada hal-hal masih mungkin.
Mencoba-coba
Strategi ini biasanya digunankan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah dengan mencoba-coba dari yang diketahui.