Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Seorang siswa dinilai telah berhasil dalam proses pembelajaran jika setelah selesai mengikuti proses pembelajaran di kelas, ia yang asalnya tidak tahu kemudian menjadi tahu serta dapat menggunakan konsep, teorema, maupun ketrampilan. Konteks penguasaan dan penggunaan di sini adalah bidang studi matematika.
Pembelajaran juga diartikan suatu proses untuk membuat orang belajar atau aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal, dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah aktifitas yang disengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan demi tercapainya tujuan mental. Menurut Cagne dan Biggs dalam Tengku Zahara Djafaar, pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah. Sebagai bagian dari sistem, sasaran pembelajaran adalah mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik.
Pembelajaran matematika sebagai suatu proses mengkondisikan siswa dalam belajar matematika membutuhkan suatu desain pembelajaran yang dapat mengoptimalkan siswa dalam belajar matematika. Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peran matematika dalam segala jenis dimensi kehidupan, misalnya dalam kehidupan ini yang memerlukan logika untuk sebuah jalan pemikiran tidak terlepas dari matematika yakni silogisme dan pokok bahasan yang lain. Selain hal tersebut, banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Hal itu menunjukan pentingnya fungsi matematika, terutama sebagai sarana memecahkan masalah.
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan siswa yang lebih berpartisipasi aktif sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan dari pada guru dalam mengajar. Proses pembelajaran aktif ini menuntut peserta didik mengalami keterlibatan intelektual-emosional, disamping keterlibatan fisiknya.. Keaktifan tersebut dapat berbentuk pemusatan perhatian apa yang dijelaskan oleh guru yang disertai penerapan dalam bentuk penyelesaian soal-soal.
Mel Silberman mengemukakan pernyataan yang disebut paham belajar aktif hasil modifikasi dari pernyataan Conficius. Pernyataan tersebut adalah: “What I hear, I forget; What I hear and see, I remember a little; What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand; What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill; What I teach to another, I master (Apa yang saya dengar, saya lupa; Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit; Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham; Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya).
Piaget dan Glaserveld dalam Winarno menuturkan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak guru ke otak siswa. Pengetahuan dapat diperoleh dengan adanya upaya siswa sendiri untuk mengorganisasikan pengalaman barunya dengan pengetahuan yang sudah ada dalam kerangka kognitifnya. Piagiet, Bruner, dan Vigotsky menjelaskan lebih lanjut bahwa agar terjadi proses belajar pada siswa maka siswa harus melakukan kegiatan fisik dengan benda konkret sambil melakukan kegiatan mental dalam kelompok-kelompok. Kegiatan ini misalnya mengerjakan soal dengan menggunakan kertas dan pensil, membuat soal yang relevan dengan pelajaran yang sedang diterima/diajarkan, melakukan permainan matematika/rekreasi metematika, melaksanakan tugas dalam kelompok dan lain sebagainya.
Proses pembelajaran harus dimulai dari pengetahuan yang sudah ada dalam pikiran siswa atau yang mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswa. Hal ini sesui dengan karakteristik mata pelajaran matematika yakni:
1. Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu,
2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya,
3. Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya,
4. Penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya. Bahan pelajaran hendaknya disajikan sedikit demi sedikit seraya memberikan kesempatan kepada siswa untuk meamahami, mencoba, bertanya, maupun berdiskusi. Penyajian bahan harus dimulai dari mudah ke sukar, sederhana ke rumit, konkret ke abstrak, yang diketahui ke yang belum diketahui, khusus ke umum, dan yang diamati ke penalaran.
Mc. Keachie yang dikutip oleh Winanrno mamaparkan kadar keaktifan yang mencakup tujuh hal, yaitu:
1. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran
2. Tekanan pada afektif dalam pembelajaran
3. Partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama interaksi antar siswa
4. Penerimaan guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali
5. Kekohensifan kelas sebagai kelompok
6. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan mata pelajaran.
John Holt yang telah dikutip oleh Mel Silberman berpendapat bahwa belajar akan semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri
2. Memberikan contoh-contoh
3. Mengenalkan dalam berbagai samaran dan kondisi
4. Melihat hubungan antara suatu fakta atau gagasan dengan yang lain
5. Menggunakan dengan berbagai cara
6. Memperkirakan beberapa konsekuensinya
7. Mengungkapkan lawan atau sebaliknya.
Uraian di atas dapat mengklasifikasikan pembelajaran yang aktif meliputi segi siswa dan guru. Jika dipandang dari segi siswa, maka pembelajaran aktif adalah proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar, sedangkan jika dipandang dari sudut guru atau fasilitator, maka pembelajaran aktif merupakan strategi belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan menuntut aktifitas dari siswa yang dilakukannya secara aktif. Secara umum, dalam pembelajaran aktif ini guru dituntut memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan mempertanyakan gagasan siswa. Sedang siswa aktif dalam bertanya, mengemukakan gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya. Hubungan tersebut (antar siswa yang aktif, atau siswa aktif dengan guru) juga dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran interaktif yang maknanya bahwa dalam pembelajaran bukan salah satu pihak saja yang aktif dan pihak lain pasif, tetapi kesemuanya aktif dan menghasilkan kondisi yang kondusif untuk suatu pembelajaran.
Adanya teori pembelajaran aktif menggugah ide-ide menuju pembelajaran aktif tersebut. Bukan hanya siswa saja yang dituntut kreatif dan aktif dalam pembelajaran, guru pun dituntut demikian. Guru dengan kekreatifannya sedapat mungkin bisa mengembangkan kegiatan yang beragam untuk menghindari siswa jenuh. Usaha tersebut misal dengan diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, demonstrasi, dan lain sebagainya yang dapat menumbuhkan interaksi dinamis antara siswa-siswa, siswa-guru, siswa-lingkungan belajar (bahan, alat, dan sebagainya). Demikian pula dengan alat bantu, guru dapat membuat alat bantu belajar yang sederhana dengan pertimbangan penggunaan alat bantu tersebut mendorong keaktifan siswa dan akan membantu siswa dalam memahami suatu konsep yang diajarkan. Guru juga dituntut untuk mengembangkan media yang digunakan, misalnya dengan lembar kerja siswa (LKS), multi media, dan lain sebagainya.
Pembelajaran yang efektif adalah apabila hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal. Untuk mengukur kemaksimalan faktor-faktor pembelajaran dimaksud, Suharsimi Arikunto memberikan instrumen yang harus dijawab, yakni sebagai berikut:
1. Apakah selama belajar siswa sudah benar-benar aktif mengolah ilmu yang diperoleh?
2. Apakah guru sudah dengan tepat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah sendiri ilmu yang diperoleh siswa?
3. Apakah sarana belajar sudah digunakan secara maksimal untuk membantu proses pembelajaran?
4. Apakah biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan untuk pembelajaran cukup hemat?
5. Apakah kualitas hasil yang diperoleh siswa sesudah peristiwa pembelajaran dapat dikatakan cukup tinggi?
Jika kelima jawaban pertanyaan tersebut "ya", maka pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan efektif dan efisien. Namun jika belum, perlu dibenahi agar pembelajaran yang dilakukan efektif.
Pendapat Rogers yang dikutip Mudjiono Dimyati mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, diantaranya:
1. Belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggungjawab dalam proses belajar
2. Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation (kritik diri). Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder
3. Belajar mengalami menuntut keterlibatan secara penuh dan sunggug-sungguh.
Kalangan peneliti berpendapat bahwa pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang efektif atau merupakan syarat bagi pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, kebanyakan penelitian belakangan tentang pembelajaran efektif untuk matematika berpusat pada pengajaran yang meningkatkan keaktifan siswa. Jadi pada prinsipnya, agar pembelajaran yang dilakukan efektif, pembelajaran perlu dilakukan tanpa atau dengan sedikit saja waktu yang digunakan untuk ceramah. Sebagaian besar waktu pembelajaran digunakan untuk kegiatan intelektual dan emosional siswa, untuk pemantauan kesiapan siswa, dan untuk memeriksa pamahaman siswa.
Kanold mengemukakan resep pembelajaran yang efektif meliputi perencanaan, penyajian, dan cara mengakhiri pertemuan.
1. Perencanaan
a. Memulai pertemuan dengan tinjauan singkat atau masalah yang membuka selera
b. Memulai pelajaran dengan pemberitahuan tujuan dan alasan secara singkat
c. Menyajikan bahan pelajaran baru sedikit demi sedikit dan di antara bagian-bagian penyajian yang sedikit itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami, mencoba, bertanya, diskusi, dan lain sebagainya
d. Memberikan petunjuk yang rinci untuk setiap tugas bagi siswa
e. Memeriksa pemahaman siswa dengan jalan mengajukan banyak pertanyaan dan memberikan latihan yang cukup banyak
f. Membolehkan siswa bekerja sama sampai tingkat siswa dapat mengerjakan tugas secara mandiri.
2. Penyajian
a. Pemeriksaan pemahaman siswa dilakukan dengan pemberian tugas kepada siswa. Guru memberikan penjelasan pembuka jalan, kemudian siswa menyelesaikan tugas itu. Guru berkeliling memeriksa hasil pembelajaran dan memberi bantuan jika ada siswa yang kesulitan. Siswa membuat ringkasan proses atau langkah-langkah penyelesaian tersebut
b. Pertanyaan menggunakan teknik bertanya yang efektif
c. Pada pembelajaran tentang konsep atau prosedur, siswa mengerjakan latihan terbimbing. Guru membimbing dengan menugasi siswa bekerja berkelompok kecil atau berpasangan untuk merumuskan jawaban atas latihan itu, menyelidiki pola yang mungkin ada, dan menyusun strategi yang diperlukan dalam mengerjakan latihan itu.
3. Penutup Pertemuan
Pertemuan ditutup tepat waktu
a. Jika sisa waktu tinggal sedikit, digunakan untuk membuat ringkasan dari pelajaran yang baru saja selesai
b. Jika sisa waktu agak banyak, digunakan untuk membicarakan langkah awal dari penyelesaian tugas rumah (PR).
Muara dari pembelajaran aktif, kreatif, dan efektif tersebut diharapkan dapat menghadirkan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, terutama bagi siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah menangkap pelajaran karena suasana dalam diri maupun di luar dirinya mendukung. Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat siswa nyaman, aman, dan tenang hatinya tidak ada ketakutan (dicemooh, dilecehkan) dalam mengaktualisasikan kemampuan dirinya.
Pembelajaran yang menyenangkan ini dapat ditinjau dari dua segi, yakni segi siswa dan segi guru.
1. Segi Siswa
1. Siswa berani mencoba dan berbuat
2. Siswa berani bertanya
3. Siswa berani mengemukakan pendapat
4. Siswa berani mempertanyakan gagasan orang lain.
2. Segi Guru
Tidak membuat siswa takut salah, takut ditertawakan, dan takut disepelekan.
Sugeng Rawuh
Selamat datang di sarana belajar yang ala kadarnya ini. semoga bisa menjadi media pembelajaran kita untuk terus belajar dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.
knowledge is a power
information is liberating
education is the premise of progress, in every society, in every family
knowledge is a power
information is liberating
education is the premise of progress, in every society, in every family
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar