Sugeng Rawuh

Selamat datang di sarana belajar yang ala kadarnya ini. semoga bisa menjadi media pembelajaran kita untuk terus belajar dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran dan pendidikan matematika.
knowledge is a power
information is liberating
education is the premise of progress, in every society, in every family

Minggu, 04 Januari 2009

PENDIDIKAN YANG BELUM MENDIDIK

PENDIDIKAN YANG BELUM MENDIDIK

A. Latar Belakang

Siswa Indonesia juara olimpiade matematika dan fisika tingkat dunia

Gedung sekolah yang mewah, melebihi bangunan apartemen

Tenaga pendidik bergelar master

Ya…itulah gambaran yang menggembirakan

Dari permukaan dunia pendidikan di Indonesia

Tapi lihatlah lebih kedalam permukaan itu…..

Gedung sekolah yang rusak

Anak yang putus sekolah

Anak usia sekolah belum sekolah

Guru yang bekerja sambilan

Guru yang tidak memiliki kualifikasi mengajar

Biaya pendidikan yang semakin menjerat leher

Anggaran pendidikan nasional yang belum terpenuhi

Persoalan pendidikan bagi sebuah negara haruslah dipandang sebagai persoalan yang penting. Sebab, keberhasilan dan kegagalan pendidikan dalam sebuah negara mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kualitas generasi yang akan datang. Maka tidak aneh jika ada pernyataan kegagalan pendidikan dalam sebuah negara dapat menyebabkan runtuhnya sebuah negara, sebab generasi barunya tidak berkualitas atau gagal dalam menatap masa mendatang.

Hal ini sudah banyak disadari oleh negara-negara maju maupun yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Kenyataan ini terlihat dari banyaknya dana APBN yang di alokasikan untuk mengembangkan pendidikan. Sedangkan kenyataan lain yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan yaitu adanya penelitian-penelitian guna mencari penyebab gagal atau belum berhasilnya pendidikan di Indonesia. Bahkan setiap ganti pemerintah atau ganti Menteri pemerintah menetapkan kebijakan baru yang dianggapnya mampu memajukan dunia pendidikan.

Sebagai sebuah realitas yang tidak dapat ditawar-tawar Pendidikan memiliki peran yang teramat penting bagi perkembangan pribadi manusia. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

B. Mencari Akar Persoalan Pendidikan

Undang-Undang tentang Sisdiknas telah mengemukakan bahwa bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Itu artinya setiap anak bangsa di Negeri ini memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan tanpa melihat latar belakang kehidupannya. Namun kenyataan yang terjadi malah sangat bertolak belakang, dimana saat ini hanya orang-orang yang memang benar-benar kaya yang bisa mendapatkan pendidikan yang bermutu untuk anaknya dan tentu saja dengan biaya yang sangat mahal. Praktek seperti ini merupakan bagian dari komersialisasi (imperialisme) pendidikan yang sedang terjadi di Indonsia.

Komersialisasi Pendidikan yang terjadi di Negara ini bukanlah barang baru, jauh-jauh hari bentuk penjajahan dalam pendidikan ini telah berlangsung lama dan rapi. Bangsa ini dihadapkan pada wajah dunia yang harus diikuti dan dituruti. Pendidikan seolah-olah milik mereka yang berkuasa, pendidikan seolah-olah hanya milik mereka yang berlatar belakang kaya. Besarnya biaya pendidikan dari mulai tingkat Pendidikan Dasar, Menegah sampai Perpendidikan Tinggi begitu sungguh mengagumkan. Bayangkan saja untuk masuk kesekolah dasar yang cukup ternama orang-orang tua siswa dipungut beberapa rupiah, itu yang terjadi ketika setiap kali tahun ajaran baru dimulai. Begitu juga, Kenaikan biaya Pendidikan Tinggi (Perpendidikan Tinggi) juga tidak main-main. Di privatisasinya beberapa Perpendidikan Tinggi Terkemuka semakin menjadi momok dan monster yang menyeramkan bagi para Anak-anak Bangsa ini yang hendak mengeyam kejenjang Pendidikan tinggi. Istilah Privatisasi Perpendidikan Tinggi merupakan hal yang baru bergulir satu dasarwarsa terakhir ini. Beberapa Perpendidikan Tinggi ternama, semisal UI, UGM, ITB, UNPAD, USU dan beberapa Perpendidikan Tinggi ternama lainnya resmi menyatakan siap di Privatisasi, dan berubah statusnya menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara), bahkan untuk beberapa jurusan terkemuka semisal, Kedokteran pihak Rektorat dengan berani mematokan sekian ratus Juta untuk dapat diterima jika memang mereka benar-benar dari keluarga berada namun secara kemampuan Kognitif tidak sanggup memasukinya. Digulirkannya Privatisasi Perpendidikan Tinggi Negeri cukup mendapat respon yang marak dari kalangan Mahasiswa, demonstrasi terjadi dimana-mana untuk menolak kebijakan itu. Namun apa daya, Pemerintah tetap memprivatisasi Perpendidikan Tinggi yang dianggap mapan dengan beberapa alasan, diantara alasan-alasan itu adalah agar Perpendidikan Tinggi baik Dosen-dosen dan aparat Kampus semakin Profesional karena dalam hal ini Pihak Rektorat dapat kapan saja untuk memberhentikan Dosen-dosen yang tidak berkualitas. Hal ini juga ditengarai untuk menghapuskan subsidi Pemerintah terhadap Perpendidikan Tinggi. Artinya Perpendidikan Tinggi Harus mampu untuk mencari dan mengembangkan Keprofesionalannya sendiri tanpa harus mengemis kepada Pemerintah.

Kebijakan Privatiasi tersebut seolah-olah menjadi solusi dan jawaban terhadap sekian persoalan pendidikan ditingkat Perguran Tinggi. Dan privatisasi tersebut tentu akan berdampak banyak pada anak-anak pintar dan cerdas di negeri ini, yang dikarenakan tidak memiliki cukup dana terpaksa menpendidikngkan niatnya untuk mengambil jurusan Kedokteran ataupun jurusan bergengsi lainnya.

Persoalan pendidikan di negeri ini tidak hanya terbatas pada mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh rakyat indonesia, namun juga kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan tidak hanya ditinjau dari kualitas pendidik, namun juga sarana dan prasarana pendidikan dan juga kurikulum yang digunakan. Dari segi tenaga kependidikan, masih banyak pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan ilmu bidang studinya, dan juga tidak memiliki syarat untuk mengajar seperti akta mengajar maupun ijazah dari jalur kependidikan.Tentu saja hal ini akan berdampak pada bagaimana pendidik tersebut mengajar kepada siswanya yang pada akhirnya akan bermuara pada out put siswa yang kurang berkualitas. Seorang pendidik bertugas mengarahkan dan mentransformasi pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didiknya, guna mengarahkannya mencapai sesuatu yang bermakna. Dalam kaitan itu seorang pendidik dituntut untuk memiliki kualifikasi dan kompetensi akademis yang memadai, dalam Permendiknas Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam pasal 28 disebutkan bahwa, Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki tujuan pendidikan. Lebih lanjut dalam pasal 30 dijelaskan, seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran, kompetensi tersebut meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi propfesional dan kompetensi sosial.

Sementara itu, hal lain yang pernah menjadi polemik di dunia pendidikan Indonesia adalah perdebatan sengit mengenai kata "pengajaran dan pendidikan." Pemerintah mengganggap penyebab gagal atau belum berhasilnya pendidikan di Indonesia karena guru dipandang hanya sekedar mengajar dan tidak mendidik. Hanya sekedar mentransfer ilmu sementara tidak mengontrol tingkah laku dan lain sebagainya. Sungguh naif jika guru hanya mentransfer ilmu sementara tidak memperhatikan moral dan tinggah laku anak didik Jadi polemik kata pengajaran dan pendidikan sebenarnya hanya merupakan kambing hitam dari gagal atau salahnya sistem pendidikan di Indonesia..

Selaras dengan itu seorang Pendidik juga memiliki tanggungjawab yang cukup besar untuk mengetahui sejauh mana anak didiknya bersikap dan ber-afiliasi dengan teman - teman nya yang lain, dalam hal ini aspek Afektif sangat berpengaruh dalam proses pendidikan, walapun tetap harus memperhatikan ranah Kognitif dan Psikomotoriknya. Walaupun dalam prakteknya sering terjadi antithesis dalam wilayah Afektif dan Kognitif, yang terjadi adalah Pendidik seolah - olah menjadi orang yang paling berkuasa dikelasnya, komunikasi timbal balik tidak berjalan sebagaimana mestinya, penekanan aspek verbal menjadi tuntutan pendidik. Sehingga pencapaian Asessment hanya dilihat dari aspek skor dan nilai dari peserta didik.
Hal tersebut secara tidak langsung akan mematikan kreatifitas Peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perlu untuk di garis bawahi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi alamiah yang berbeda-beda yang jika dipaksakan terhadap sesuatu hal akan menganggu kejiwaannya. Artinya adalah memberikan mereka kebebasan untuk berkreatifitas dan menunjukan kemampuan terbaiknya merupakan uregensi seorang Pendidik.

Sejatinya, seorang pendidik mengarahkan peserta didik untuk lebih mengeksplorasi aspek afektifnya. Pembinaan mental dan sikap merupakan peran utama seoang pendidik yang harus benar-benar berfungsi dengan baik. Sehingga peserta didik akan tumbuh menjadi manusia yang sadar nilai dan mampu menempatkan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang Agung yang tidak berbuat sesuka hati dan menempatkan nilai dan moral diatas segalanya

Masalah lain yaitu sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Indonesia juga masih jauh dari kata memadai. Masih banyak sekolah terutama didaerah pedalaman, jauh dari pusat keramaian, yang kondisinya sangat memprihatinkan. Kadang sekolah tersebut sama sekali belum berubin dan ketika musim hujan terjadi kebocoran disana-sini. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, satu ruangan digunakan untuk dua kelas dan hanya dibatasi oleh papan biasa. Tentu saja hal ini akan mengganggu proses belajar siswa.

Dari segi kurikulum, kurikulum yang kita gunakan selalu berubah-ubah sehingga ada anggapan bahwa setiap pergantian menteri pendididkan maka akan berganti pula kurikulum yang digunakan. Perubahan kurikulum ini tentu akan banyak berpengaruh pada pelaksanaan pendidikan.

Menurut pendapat penulis inti dari semua itu adalah biaya / anggaran pendiidkan. Penulis sepakat dengan pendapat Prof. Djohar yang menyatakan bahwa seharusnya pemerintah jangan menganggarkan biaya pendidikan terlebih dahulu baru merencanakan pendidikan, namun terlebih dahulu merencanakan semua hal yang terkait dengan pendidikan dan dari sana akan nampak berapa anggaran yang dibutuhkan untuk pendidikan.

Menentukan mana yang merupakan akar persoalan dan mana yang bukan akar persoalan meruapakan hal yang sangat penting. Sebab ketika persoalan itu bukan akar dan dilakukan perubahan-perubahan maka pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan tidak akan berarti. Akar persoalannya adalah bagaimana membangun siswa dan anak didik berkepribadian luhur dan membekali dirinya dengan pengetahuan hidup. Kepribadian bukan hanya sekedar bertutur kata baik, berpakaian sopan, namun berkepribadian luhur adalah berpola tindakan dan berpola pikir yang luhur. Artinya apa yang nampak dalam tindakannya merupakan cerminan pola pikirnya, jadi bukan hanya sekedar lipstik saja. Sementara itu siswa dan anak didik harus dibekali pengetahuan hidup artinya dalam mengaruhi hidup agar lebih mudah harus dibekali pengetahuan baik ilmu sains maupun ilmu tsaqofah. Hal inilah yang sekarang harus ditengok oleh para peneliti dan pemerhati pendidikan, jika memang benar-benar ingin memajukan dunia pendidikan.

Sudah saatnya Pemerintah dan orang-orang yang berkompeten di bidang ini melihat hal itu, memikirkan kembali pendidikan yang benar benar mendidik rakyat untuk maju dan terdidik, bukan membuat rakyat kian terpuruk. Potensi penduduk negara ini yang cukup besar merupakan sumber daya yang sangat potensial untuk mensuplai orang-orang yang berkualitas, dan yang terpenting adalah kesungguhan Pemerintah dan kearifan penguasa negeri ini untuk tidak melihat rakyat semakin tertindas. Seperti kata Paulo Freire, bahwa pendidikan harus bisa memanusiakan kembali manusia. Menyelamatkan umat manusia dari ketindasan, kebodohan dan kemelaratan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar