1. Pengertian
Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki. Netra berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga mengakibatkan kurang atau tiada memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya penglihatan . Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau mata rusak tetapi masih dapat melihat, atau juga berpenglihatan sebelah.
Tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain :a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter.
b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.
c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20ยบ
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya masyarakat yang awam terhadap masalah ketunanetraan menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali.
Bila istilah tunanetra diartikan seperti di atas, maka hal ini kurang tepat karena tidak semua orang tunanetra adalah buta. Artinya ada sekelompok penyandang kerusakan mata yang tidak termasuk di dalamnya, dan kelompok ini dikenal dengan istilah low vision (kurang lihat). Buta adalah salah satu kelompok dalam ketunanetraan yang paling berat. Artinya kalau seorang buta maka jelas ia merupakan tunanetra, tetapi tidak semua tunanetra adalah buta.
Banyak orang yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang dan dari sisi mana memandang berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan.
Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual .
Pendapat lain menyatakan bahwa tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan . Sejalan dengan pendapat tersebut, Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari lingkungannya . Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.
Daniel P Hallahan dan James M Kauffman memberikan batasan mengenai tunanetra sebagai berikut:
For educational purposes, the blind person is one whose sight is so severaly impaired that he or she must be taught to read by Braille or by aural methods (audiotapes and records). The partially sighted person can read print even though magnifying devices or large-print books may be needed .
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa untuk kepentingan pendidikan, anak tunanetra yang mengalami kelainan yang sangat berat harus diajar membaca dengan menggunakan huruf Braille atau dengan metode pendengaran seperti menggunakan audiotape atau alat perekam lain, sedangkan anak yang mengalami gangguan penglihatan sebagian baru dapat membaca tulisan apabila dibantu dengan menggunakan alat pembesar atau buku yang hurufnya diperbesar.
Dengan demikian dari beberapa pendapat tersebut, jika ditinjau berdasarkan kepentingan pendidikan maka seseorang dinyatakan tunanetra apabila setelah matanya diperiksa, jelas-jelas ia tidak dapat mempergunakan media pendidikan seperti yang digunakan siswa / anak awas pada umumnya.
Dari berbagai uraian tentang tunanetra di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami kerusakan penglihatan yang sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk kebutuhan pendidikan atapun lainnya walaupun dengan bantuan alat bantu, sehingga memerlukan bantuan atau pelayanan pendidikan secara khusus.
2. Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra (visual impairment) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penglihatan normal, memiliki ciri-ciri:
1) Mata normal
2) Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7,5 yaitu jika sesorang dapat melihat benda dengan jelas pada jarak antara 6 sampai dengan 7,5 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 95 %-100 %
3) Penglihatan mata normal dan sehat
b. Hampir normal, memiliki ciri-ciri
1) Penglihatan 6/9-6/21 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 9 sampai dengan 21 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan hampir normal adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 75 %-90%
2) Tidak ada masalah gawat
3) Perlu diketahui penyebab yang mungkin dapat diperbaiki
c. Low Vision sedang, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan 6/60-6/120 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 60 sampai dengan 120 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 10 %-20%
2) Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum
3) Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil
4) Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat
d. Low Vision nyata, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan 6/240 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 240 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision nyata adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 5%
2) Gangguan masalah orientasi dan mobilitas
3) Perlu tongkat putih untuk berjalan
4) Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset
e. Hampir buta, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki
2) Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas
3) Harus memakai alat non visual
f. Buta total, memiliki ciri-ciri:
1) Tidak mengenal adanya rangsangan sinar
2) Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya masyarakat yang awam terhadap masalah ketunanetraan menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali.
Bila istilah tunanetra diartikan seperti di atas, maka hal ini kurang tepat karena tidak semua orang tunanetra adalah buta. Artinya ada sekelompok penyandang kerusakan mata yang tidak termasuk di dalamnya, dan kelompok ini dikenal dengan istilah low vision (kurang lihat). Buta adalah salah satu kelompok dalam ketunanetraan yang paling berat. Artinya kalau seorang buta maka jelas ia merupakan tunanetra, tetapi tidak semua tunanetra adalah buta.
Banyak orang yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang dan dari sisi mana memandang berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan.
Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual .
Pendapat lain menyatakan bahwa tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan . Sejalan dengan pendapat tersebut, Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari lingkungannya . Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.
Daniel P Hallahan dan James M Kauffman memberikan batasan mengenai tunanetra sebagai berikut:
For educational purposes, the blind person is one whose sight is so severaly impaired that he or she must be taught to read by Braille or by aural methods (audiotapes and records). The partially sighted person can read print even though magnifying devices or large-print books may be needed .
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa untuk kepentingan pendidikan, anak tunanetra yang mengalami kelainan yang sangat berat harus diajar membaca dengan menggunakan huruf Braille atau dengan metode pendengaran seperti menggunakan audiotape atau alat perekam lain, sedangkan anak yang mengalami gangguan penglihatan sebagian baru dapat membaca tulisan apabila dibantu dengan menggunakan alat pembesar atau buku yang hurufnya diperbesar.
Dengan demikian dari beberapa pendapat tersebut, jika ditinjau berdasarkan kepentingan pendidikan maka seseorang dinyatakan tunanetra apabila setelah matanya diperiksa, jelas-jelas ia tidak dapat mempergunakan media pendidikan seperti yang digunakan siswa / anak awas pada umumnya.
Dari berbagai uraian tentang tunanetra di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami kerusakan penglihatan yang sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk kebutuhan pendidikan atapun lainnya walaupun dengan bantuan alat bantu, sehingga memerlukan bantuan atau pelayanan pendidikan secara khusus.
2. Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra (visual impairment) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penglihatan normal, memiliki ciri-ciri:
1) Mata normal
2) Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7,5 yaitu jika sesorang dapat melihat benda dengan jelas pada jarak antara 6 sampai dengan 7,5 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 95 %-100 %
3) Penglihatan mata normal dan sehat
b. Hampir normal, memiliki ciri-ciri
1) Penglihatan 6/9-6/21 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 9 sampai dengan 21 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan hampir normal adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 75 %-90%
2) Tidak ada masalah gawat
3) Perlu diketahui penyebab yang mungkin dapat diperbaiki
c. Low Vision sedang, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan 6/60-6/120 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 60 sampai dengan 120 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 10 %-20%
2) Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum
3) Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil
4) Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat
d. Low Vision nyata, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan 6/240 yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 240 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan low vision nyata adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 5%
2) Gangguan masalah orientasi dan mobilitas
3) Perlu tongkat putih untuk berjalan
4) Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset
e. Hampir buta, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki
2) Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas
3) Harus memakai alat non visual
f. Buta total, memiliki ciri-ciri:
1) Tidak mengenal adanya rangsangan sinar
2) Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar